Wayang; Dewi Anjani
Dewi Anjani adalah putri sulung Begawan Gotamadari
pertapaan Grastina, di Gunung Sukendra, ayah yang sebenarnya adalah Batara
Surya. Ibunya seorang bidadari bernama Dewi Indradi atau Dewi Windradi. Adiknya
dua, laki-laki semua. Namanya ubali alias Guwarsi, dan Sugriwa alias Guwarsa.
Keduanya sesungguhnya juga anak Batara Surya.
Dewi Anjani digambarkan dalam dua rupa yaitu seorang
wanita cantik jelita dan perempuan dengan wajah kera. Hal ini karena peristiwa
Cupumanik Astagina. Cupumanik Astagina adalah sebuah alat untuk melihat
keindahan alam dunia dari ibunya, Dewi Indradi. Dewi Indradi sudah mengingatkan
kepada Dewi Anjani untuk menjaga Cupuanik Astagani agar tidak ada orang yang
mengetahuinya, tetapi Dewi Anjani memamerkannya ke kedua saudaranya, Guwarsi
dan Guwarsa. Akhirnya, mereka bertiga memperebutkan Cupumanik Astagina.
Keributan pun diengar oleh Begawan Gotamadari yang
sedang samadi. Begawan Gotamadri mendatangi ketiga anaknya karena penasaran apa
yang mereka perebutkan. Saat diketahui yang diperebutkan adalah Cupumanik Astagina
pemberian dari Batara Surya. Begawan Gotamadri pun marah lalu membuang
Cupumanik Astagina ke Telaga Samala.
Mereka bertiga pun berlomba untuk mendapatkan
Cupumanik Astagina tersebut. Kedua orang sauda Dewi Anjani yang larinya lebih
cepat kemudian menyelam langsung ke dalam talaga. Sedangkan Dewi Anjani
beristirahat untuk membasuh mukanya dulu.
Begitu muncul kembali ke permukaan telaga, Sugriwa
dan Subali (atau Guwarsa dan Guwarsi) telah berubah ujud menjadi kera.
Sedangkan Dewi Anjani, hanya wajahnya saja yang berubah ujud menjadi kera,
tetapi tubuhnya tetap manusia biasa. Wajah keranya, tidak mengurangi keindahan
tubuh Dewi Anjani.
Ketiga anak Begawan Gotama menyesal sekali atas
kejadian yang mereka alarm itu. Mereka lalu kembali ke pertapaan. Begawan
Gotama menyarankan agar anak-anaknya mau menerima takdir. Dewi Anjani dan kedua
saudaranya pun bertapa.
Dewi Anjani bertapa nyantoka, yaitu bertelanjang,
membenamkan tubuhnya, hanya kepalanya saja yang menyembul di permukaan air
Telaga Nirmala selama berbulan-bulan. Selama bertapa itu Dewi Anjani hanya
memakan apa saja yang hanyut di permukaan air telaga itu.
Pada suatu ketika, Batara Guru sedang melayang di
angkasa mengendarai Lembu Andini. Saat itulah pemuka dewa itu melihat seorang
wanita tanpa busana berendam di Telaga Nirmala. Timbul birahi Batara Guru
menyaksikan keindahan tubuh wanita itu sehingga jatuhlah kama benih (mani)nya
menimpa setangkai daun asam muda, yang dalam bahasa Jawa disebut sinom. Daun
yang telah ternoda kama benih itu hanyut ke arah Dewi Anjani, yang segera
meraih dan memakannya. Betapa sedihnya Anjani ketika ia menyadari tiba-tiba
dirinya hamil, padahal merasa belum pernah tersentuh pria. Maka ia pun protes
kepada para dewa. Batara Guru dan Batara Narada kemudian datang nenemuinya,
memberi penjelasan mengenai apa yang telah terjadi. Batara Guru juga menyatakan
bersedia mengaku, bahwa janin yang dikandung Dewi Anjani adalah anaknya.
Ketika datang waktunya bersalin, timbul huru hara dunia. Gunung meletus, banjir
mengganas dan badai terjadi di mana-mana. Setelah mengetahui penyebab
bencana itu, Batara Guru mengutus beberapa orang bidadari menolong Dewi Anjani.
Setelah lahir, anak Dewi Anjani itu diberi nama Anoman, berupa seekor kera berbulu putih mulus. Selanjutnya
Dewi Anjani diperkenankan masuk ke kahyangan dan kembali pada ujudnya semula,
seorang wanita cantik. Anaknya pun dibesarkan dan dididik di kahyangan. Kelak,
anak yang dilahirkan Anjani itu akan menjadi ksatria perkasa yang berumur
panjang, walaupun ia berujud kera.
Meskipun pada awalnya Dewi Anjani memerkan Cupumanik
Astagina akhirnya dia sada kalau hal itu bisa membuat dia dan kedua saudaranya
bertengkar dan berubah menjadi kera. Berkat kesabaran Dewi Anjani menjalankan
bertapa dan akhirnya hamil Anoman, akhirnya Dewi Anjani diangkat kembali ke
kahyangan.
Referensi:
- http://caritawayang.blogspot.co.id/2015/05/dewi-anjani.html

0 komentar